PERTOLONGAN PERTAMA PADA TRAUMA MATA

Ditulis oleh: dr. Ni Made Gita Saraswati, S.Ked

Mata memiliki sistem proteksinya sendiri. Kelopak mata dan bulu mata diciptakan untuk melindungi mata dari paparan angin dan debu. Bahkan air mata yang diproduksi pun memiliki antibodi untuk melindungi mata dari kuman penyakit. Meskipun demikian, frekuensi kecelakaan terhadap mata tetap tinggi. Seiring bertambahnya kawasan industri, angka kecelakaan kerja juga meningkat, lalu lintas semakin padat, risiko kecelakaan lalu lintas meningkat, serta beberapa hal lain yang seringkali menjadi penyebab terjadinya trauma pada mata seperti perkelahian, terkena ketapel, senapan angin, lemparan mainan yang sering terjadi pada anak-anak. 

Ketika terjadi cedera pada mata hal yang penting untuk dilakukan adalah pemeriksaan mata. Apabila luka pada mata cukup serius sebaiknya langsung dikonsultasikan kepada dokter. Hati-hati, menunda dapat menyebabkan gangguan pengelihatan permanen bahkan kebutaan. Namun, seringkali konsultasi kepada dokter ahli tidak dapat dilakukan segera karena tidak semua fasilitas kesehatan dilengkapi alat periksa khusus mata. Sehingga, penting sekali untuk melakukan pertolongan pertama untuk penanganan awal serta mencegah kerusakan lebih lanjut sambil menunggu penanganan dari dokter ahli.

Penanganan Benda Asing Pada Mata
  1. Jangan menggosok mata karena dapat menggores permukaan kornea dan menyebabkan luka
  2. Berkediplah agar air mata keluar untuk membantu benda asing keluar terdorong keluar melalui sudut mata.
  3. Tetes air mata buatan dapat diberikan untuk membantu membilas benda asing.
  4. Lipat kelopak mata ke atas bila benda asing tidak nampak.
  5. Gunakan cotton bud atau ujung tissue yang diteteskan air bersih dengan gerakan menyapu ke arah sudut mata untuk memindahkan beda asing.
  6. Jika benda asing masih tetap menempel cukup dalam jangan mencoba mencungkilnya, jaga mata tetap tertutup dan segera bawa ke dokter.
Penanganan Cedera Mata Akibat Bahan Kimia atau Luka Bakar
  1. Bilas mata dengan air bersih. Pastikan air yang digunakan untuk irigasi mata benar-benar bersih atau gunakan tetes air mata buatan. Lakukan dengan posisi kepala miring dan biarkan air mengalir ke mata dari arah dalam keluar.
  2. Jika menggunakan lensa kontak, lepaskan dan bersihkan dengan cairan pembersihnya.
  3. Segera bawa ke dokter.
Penanganan Cedera Mata Akibat Pukulan
  1. Kompres dengan air dingin atau es 10-15 menit untuk membantu mengurangi nyeri dan pembengkakan
  2. Hindari menggosok maupun memberi penekanan terhadap mata
  3. Jika terjadi gangguan fungsi visual atau nampak cedera sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter
Penanganan Cedera Mata Akibat Benda Tajam/Tumpul
  1. Hindari mencuci ataupun memberi penekanan pada mata
  2. Apabila nampak benda asing tertancap jangan mencoba untuk mencabutnya
  3. Tutup mata dengan kain bersih,, ikat longgar dengan perban dan segera bawa ke dokter.

Menghitung Cairan Infus

Bagi co-ass atau tenaga kesehatan lainnya yang baru memulai praktek di rumah sakit mungkin masih bingung tentang cara menghitung jumlah tetesan infus. Berikut ini adalah rumus yang biasa digunakan untuk menghitung tetesan infus, baik dengan infus makro maupun mikro. Semoga bermanfaat.

MACRO = 1 cc = 20 tts/mnt
Tetes Infus Macro
tts/mnt = jmlh cairan X 20 / lama infus X 60

Lama Infus Macro
lama infus = (jmlh cairan X 20) / (tts/mnt X 60)

MICRO = 1 cc = 60 tts/mnt
Tetes Infus Micro
tts/mnt = (jmlh cairan X 60) / (lama Infus X 60)

Lama Infus Micro
lama infus = (jmlh cairan X 60) / (tts/mnt X 60)

contoh kasus:
1. infus 500 cc diberikan kepada seorang pasien 20 tetes makro/ menit habis dalam berapa jam? jika dalam micro?

jawab

1 cc = 20 tetes makro, berarti pasien diberikan 1 cc/ menit
infus yang tersedia 500 cc, akan habis dalam 500 dibagi 60 menit = 8,333 jam
kalo dalam micro tinggal di kali 3 aja. jadinya = 24,99 jam.


2. berapa tetes macro per menit tetesan 500 cc infus RL harus diberikan agar habis dalam 4 jam?

jawab

500 cc dibagi 4 jam = 125 cc ; ini jumlah cc RL yang harus diberikan per jamnya
125 cc dibagi 60 = 2,083 cc / menit. ini jumlah cc RL yang harus diberikan per menitnya.

1 cc = 20 tetes makro = 60 tetes mikro 

jadi 2,083 cc = (2,083 x 20) 41,66 tetes makro = (2,083 x 60) 124,98 tetes mikro.

Siklus Pertumbuhan Rambut



Rambut tumbuh melalui siklus yang mencakup tiga fase pertumbuhan yaitu fase anagen, katagen, dan telogen.

1)Fase Anagen
Fase anagen merupakan fase pertumbuhan rambut aktif dimana sel-sel matriks melalui mitosis membentuk sel-sel baru mendorong sel-sel yang lebih tua ke atas. Lama fase anagen kurang lebih 2-6 tahun.

2)Fase Katagen
Katagen merupakan masa peralihan yang terjadi setelah akhir fase anagen. Lama masa transisi ini adalah 1-2 minggu dan akan terbentuk rambut gada (hair club).

3)Fase Telogen
Fase telogen atau masa istirahat dimulai dengan memendeknya sel epitel dan tumbuh tunas kecil yang membentuk rambut baru yang tumbuh di bawah rambut gada. Rambut baru ini kemudian didorong keluar. Dengan kembalinya fase anagen, rambut lama atau rambut gada (clubbed hair) terdorong lepas oleh tumbuhnya rambut baru. Fase telogen berlangsung selama kurang lebih 100 hari atau sekitar 5 sampai 12 minggu.

Pada akhir fase telogen rambut akan lepas dan akan memulai siklus pertumbuhan rambut yang baru. Dalam keadaan normal, sekitar 90% rambut di kulit kepala berada dalam fase anagen, sekitar 1% berada dalam fase katagen, dan sekitar 9% berada dalam fase telogen.

Rambut memiliki lama siklus yang bervariasi tergantung lokasi tumbuhnya rambut. Pada alis, siklus pertumbuhan rambut akan berakhir dalam 4 bulan sementara kulit kepala berakhir dalam 3 sampai 4 tahun. Ini adalah alasan mengapa panjang rambut alis jauh lebih pendek dibandingkan dengan rambut di kulit kepala. Rambut di kulit kepala memiliki masa anagen kira-kira 1000 hari dan masa telogen 100 hari sehingga rasio perbandingan rambut anagen dan telogen 9:1. Untuk mengetahui jumlah rambut anagen dan telogen diperiksa rasio rambut anagen dan telogen dengan trikogram.

Vaginal toucher

Vaginal toucher adalah pemeriksaan yang dilakukan pada saat sebelum persalinan. Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan ini adalah sebagai berikut:
  1. Didahului dengan melakukan inspeksi pada organ genitalia eksterna.
  2. Tahap berikutnya, pemeriksaan inspekulo untuk melihat keadaan jalan lahir.
  3. Labia minora disisihkan kekiri dan kanan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri dari sisi kranial untuk memaparkan vestibulum.)
  4. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dalam posisi lurus dan rapat dimasukkan kearah belakang - atas vagina dan melakukan palpasi pada servik. 
Pada pemeriksaan ini, yang dapat dinilai yaitu:
  • Tentukan dilatasi (cm) dan pendataran servik (prosentase).
  • Tentukan keadaan selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah, bila sudah pecah tentukan warna, bau, dan jumlah air ketuban yang mengalir keluar c)Menentukan presentasi (bagian terendah) dan posisi (berdasarkan denominator) serta derajat penurunan janin berdasarkan stasion.
  • Menentukan apakah terdapat bagian-bagian kecil janin lain atau tali pusat yang berada disamping bagian terendah janin (presentasi rangkap – compound presentation).
Pada primigravida digunakan lebih lanjut untuk melakukan pelvimetri klinik :
  • Pemeriksaan bentuk sacrum
  • Menentukan apakah coccygeus menonjol atau tidak. 
  • Menentukan apakah spina ischiadica menonjol atau tidak.
  • Mengukur distansia interspinarum. 
  • Memeriksa lengkungan dinding lateral panggul. 
  • Meraba promontorium, bila teraba maka dapat diduga adanya kesempitan panggul (mengukur conjugata diagonalis). 
  • Menentukan jarak antara kedua tuber ischiadica.

Stroke Hemmorhagic

Clinical Reasoning
Kasus: Stroke Hemmorhagic

Diagnosis Utama: Stroke Hemmorhagic

DD : ICH, SAH

Risk Factor:
- Modifying:
○ HTN kronis
○ Alkohol
○ Merokok
○ Kopi
○ Teh
- Non modifying:
○ Sex
○ umur

Penanganan Umum (Pre hospital emergency management)
5B:
1. Breath : evaluasi dan monitor jalan nafas (lapangkan jalan nafas)
2. Blood : monitor tekanan darah dan infus RL
3. Brain :
- kejang - diazepam IV
- panas - paracetamol
- mual - antimual
- TIK meningkat (TD naik, nadi turun, kejang, muntah, pusing) - oksigenasi, bedrest dg head up 20-30 derajat (untuk mengembalikan venous return ke jantung)
4. Bowel : monitor nutrisi, pasang NGT, evaluasi dan monitor defekasi
5. Blast : Kateter (kalo blast penuh) dievaluasi dan monitor

PEMASANGAN SELANG NASOGASTRIK (NGT)

Insersi selang nasogastrik meliputi pemasangan selang plastik lunak melalui nasofaring pasien ke dalam lambung. Selang mempunyai lumen berongga yang memungkinkan baik pembuangan sekret gastrik dan pemasukan cairan ke dalam lambung.

PERALATAN


1.Selang nasogastrik (ukuran 14-18 fr)
2.Pelumas/ jelly
3.Spuit berujung kateter 60 ml
4.Stetoskop
5.lampu senter/ pen light
6.Handuk kecil
7.Tissue
8.Spatel lidah
9.Sarung tangan dispossible
10.Plester
11.corong
12.obat- obatan/ makanan yang akan dimasukan
13.Bak instrumen

TUJUAN
•memungkinkan dukungan nutrisi melalui saluran gastrointestinal
•memungkinkan evakuasi isi lambung
•menghilangkan mual.

LANGKAH PELAKSANAAN
1.Cuci tangan dan atur peralatan
2.Jelaskan prosedur pada pasien
3.Bantu pasien untuk posisi semifowler
4.Berdirilah disisi kanan tempat tidur pasien bila anda bertangan dominan kanan(atau sisi kiri bila anda bertangan dominan kiri)
5.Periksa dan perbaiki kepatenan nasal:Minta pasien untuk bernafas melalui satu lubang hidung saat lubang yang lain tersumbat, ulangi pada lubang hidung yang lain, Bersihkan mukus dan sekresi dari hidung dengan tissue lembab atau lidi kapas
6.Tempatkan handuk mandi diatas dada pasien. Letakkan tissue wajah dalam jangkauan pasien
7.Gunakan sarung tangan
8.Tentukan panjang selang yang akan dimasukkan dan ditandai dengan plester.
Ukur jarak dari lubang hidung ke daun telinga, dengan menempatkan ujung melingkar selang pada daun telinga; Lanjutkan pengukuran dari daun telinga ke proxesus xypoideus; tandai dengan plester kecil.
9.Gulung selang di tangan kiri kemudian lepaskan. Ini bertujuan agar selang lebih mudah masuk. Kemudian olesi NGT dengan aquaJelly sepajang 15 cm dari ujung NGT
10.Minta pasien menengadahkan kepala, masukkan selang ke dalam lubang hidung yang paling bersih
11.Pada saat anda memasukkan selang lebih dalam ke hidung, minta pasien menahan kepala dan leher lurus dan membuka mulut
12.Ketika selang terlihat dan pasien bisa merasakan selang dalam faring, instruksikan pasien untuk menekuk kepala ke depan dan menelan (berikan segelas air dengan pipet)
13.Masukkan selang lebih dalam ke esofagus dengan memberikan tekanan lembut tanpa memaksa saat pasien menelan (jika pasien batuk atau selang menggulung di tenggorokan, tarik selang ke faring dan ulangi langkah-langkahnya), diantara upaya tersebut dorong pasien untuk bernafas dalam
14.Ketika tanda plester pada selang mencapai jalan masuk ke lubang hidung, hentikan insersi selang dan periksa penempatannya:minta pasien membuka mulut untuk melihat selang,
15.Cek posisi NGT (apakah masuk di lambung atau di paru-paru) dengan 3 cara:
a.Aspirasi cairan lambung dengan spuit 10 cc (10-20ml) jika cairan bercampur isi lambung berarti sudah masuk kelambung,
b.Memasukan ujung NGT (yang dihidung) kedalam air dalam kom bila ada gelembung berarti NGT dalam paru-paru
c.Petugas memasukan gelembung udara melalui spuit bersamaan dilakukan pengecekan perut dengan stetoskop untuk mendengarkan gelembung udara di lambung
16.Untuk mengamankan selang: gunting bagian tengah plester sepanjang 2 inchi, sisakan 1 inci tetap utuh, tempelkan 1 inchi plester pada lubang hidung, lilitkan salah satu ujung, kemudian yang lain, satu sisi plester lilitan mengitari selang
17.Plesterkan selang secara melengkung ke satu sisi wajah pasien.
18.Memasang corong (yang sudah dibilas dengan air hangat), kemudian memasukan obat-obatan/makanan
19.Melepas corong, menutup NGT dengan spuit 10 cc.
20.Merapikan alat-alat dan pasien kemudian sarung tangan dilepas.

DOKUMENTASI
Catat hal-hal berikut pada lembar dokumentasi:
•Tanggal dan waktu insersi selang
•Warna dan jumlah drainase
•ukuran dan tipe selang
•Toleransi pasien terhadap prosedur

Amandel? apaan sih?

sebenarnya penyakit amandel itu seperti apa sih? operasi amandeL tentunya sudah tidak lagi asing lg di telinga bukan? seperti apa sih itu? haruskah operasi? amandel terdapat pada semua orang dan terletak pada kerongkongan di belakang kedua ujung lipatan belakang mulut. Amandel, dalam bahasa kedokteran biasa disebut tonsil, berfungsi untuk menghasilkan limfosit yaitu sejenis sel darah putih yang bertugas membunuh kuman yang masuk ke dalam badan melalui mulut. apabila tonsil meradang maka tonsil dapat membengkak, merah dan penderita merasa gatal, sakit kerongkongan, sakit menelan, kadang-kadang muntah.

Peradangan tonsil membuat anak demam, sakit kepala, muntah-muntah, sakit perut, lemas dan tidak bersemangat. Pembesaran tonsil yang terlalu besar dapat menghalangi jalan pernafasan. Kelenjar di bawah dagu dapat pula membesar. Kelenjar pada dinding kerongkongan disebut adenoid. Biasanya apabila amandel meradang adenoid pun ikut meradang.

Peradangan ini dapat disebabkan kuman dan virus yang masuk ke dalam mulut. Peradangan ini dapat diobati dengan antibiotik. Namun apabila terjadi berulang-ulang perlu dilakukan operasi.

sumber: penyakit dan peanggulangannya oleh E. Oswari

PROTEIN ENERGY MALNUTRITION

PEM terjadi ketika kebutuhan tubuh akan protein, bahan bakar energi ataupun keduanya tidak dapat dipenuhi oleh makanan.

MANIFESTASI KLINIS
Kwasiorkor (edema)
- Samar-samar: lesu, apathy, iritability
- Muscle wasting, muntah, diare, anoreksia, jaringan subkutan menjadi lebih lunak.
- Edema: organ dalam dan ekstermitas.
- Dermatitis  kulit yang menjadi lebih gelap pada area yang teriritasi, namun pada kulit yang terpapar sinar matahari (-)
- Rambut akan menjadi lebih tipis dan sedikit.

Marasmus (non-edema)
- BB menurun
- Iritability
- Turgor sign (-)
- Lemak pada subkutan dan sucking pad pada pipi (-)
- Abdomen bisa mengalami distensi atau datar, intestinal pattern mudah dilihat.
- Hipotonia
- Suhu (N), PR melambat
- Konstipasi /starvation diarrhea

Marasmus Kwasiorkor (edema)
- Kombinasi marasmus + kwasiorkor.
- Edema dengan atau tanpa lesi di kulit, kelemahan otot
- Penurunan jumlah lemak subkutan  marasmus.
- Edema (-)

Download Powerpoint [.Ppt]

Permasalahan Nutrisi pada Remaja

Penilaian Nutrisi

Tujuan
- menentukan status nutrisi pasien secara umum
- perawatan kesehatan yang diperlukan (fisik maupun psikososial, dan faktor-faktor terkait yang mempengaruhi kebutuhan pasien pada situasi tertentu)

Empat bagian penilaian nutrisi :

1. Evaluasi makanan dan riwayat personal (medis, sosial, pengobatan)
2. Observasi klinis
3. Tes biokimia
4. Antropometri

Evaluasi Makanan dan Riwayat Sosial

- Spesific 24-hour food record 

- Riwayat makanan
- Periodic food records

Klinis
1. Anemia defisiensi besi:
- Lemah, letih, lesu
- Sakit kepala
- Takikardi, lidah terasa terbakar
- Prilaku sosial remaja cenderung tidak aktif dikarenakan anemianya.

2. Obesitas:
- Cepat lelah saat beraktivitas
- Nyeri sendi
- Gejala penyakit lain yang menyertai, seperti insulin resistensi dan hipertensi (poliuri, polifagi dan polidipsi)

3. Anoreksia
- Badan kurus
- Cepat lelah
- Dapat disertai dengan penyakit lain seperti defisiensi besi.

4. Bulimia
- Badan gemuk ataupun kurus
- Makan banyak tetapi dimuntahkan lagi (disengaja pada remaja)
- Letih, lemah, lesu

Download Powerpoint [.Ppt]

Rickets

Rickets is a disease of growing bone that is unique to children and adolescents. It is caused by a failure of osteoid to calcify in a growing person. Failure of osteoid to calcify in adults is called osteomalacia. Vitamin D deficiency rickets occurs when the metabolites of vitamin D are deficient. Less commonly, a dietary deficiency of calcium or phosphorus may also produce rickets. Vitamin D-3 (cholecalciferol) is formed in the skin from a derivative of cholesterol under the stimulus of ultraviolet-B light. Ultraviolet light or cod liver oil was the only significant source of vitamin D until early in the 20th century when ergosterol (vitamin D-2) was synthesized from irradiated plant steroids.

Pathophysiology

Cholecalciferol (ie, vitamin D-3) is formed in the skin from 5-dihydrotachysterol. This steroid undergoes hydroxylation in 2 steps. The first hydroxylation occurs at position 25 in the liver, producing calcidiol (25-hydroxycholecalciferol), which circulates in the plasma as the most abundant of the vitamin D metabolites and is thought to be a good indicator of overall vitamin D status. The second hydroxylation step occurs in the kidney at the 1 position, where it undergoes hydroxylation to the active metabolite calcitriol (1,25-dihydroxycholecalciferol). This cholecalciferol is not technically a vitamin but a hormone.

Calcitriol acts at 3 known sites to tightly regulate calcium metabolism. Calcitriol promotes absorption of calcium and phosphorus from the intestine, increases reabsorption of phosphate in the kidney, and acts on bone to release calcium and phosphate. Calcitriol may also directly facilitate calcification. These actions increase the concentrations of calcium and phosphorus in extracellular fluid. The increase of calcium and phosphorus in extracellular fluid, in turn, leads to the calcification of osteoid, primarily at the metaphyseal growing ends of bones but also throughout all osteoid in the skeleton. Parathyroid hormone facilitates the 1-hydroxylation step in vitamin D metabolism.

In the vitamin D deficiency state, hypocalcemia develops, which stimulates excess parathyroid hormone, which stimulates renal phosphorus loss, further reducing deposition of calcium in the bone. Excess parathyroid hormone also produces changes in the bone similar to those occurring in hyperparathyroidism. Early in the course of rickets, the calcium concentration in the serum decreases. After the parathyroid response, the calcium concentration usually returns to the reference range, though phosphorus levels remain low. Alkaline phosphatase, which is produced by overactive osteoblast cells, leaks to the extracellular fluids so that its concentration rises to anywhere from moderate elevation to very high levels.

Intestinal malabsorption of fat and diseases of the liver or kidney may produce the clinical and secondary biochemical picture of nutritional rickets. Anticonvulsant drugs (eg, phenobarbital, phenytoin) accelerate metabolism of calcidiol, which may lead to insufficiency and rickets, particularly in children who are kept indoors in institutions.

Source: http://emedicine.medscape.com/article/985510-overview

Download Powerpoint [.Ppt]